Mengutip S.p.Reid dalam bukunya Berpikir Strategis, pemikiran konvergen dikaitkan dengan fokus dan mengarah pada jawaban tertentu. Terpusat pada sasaran akhir merupakan keinginan dasar dari jenis berpikir ini. Di sisi lain, pemikiran divergen dikaitkan dengan eksplorasi dan kreativitas, terbuka dan bergerak menjauh.
Masing-masing model berpikir tersebut memiliki aturan-aturan masing-masing yang saling berseberangan satu sama lain. Yang perlu dipahami, ke duanya tidak bisa dicampuradukkan. Masing-masing model cocok untuk situasi tertentu, dan seringkali tidak cocok untuk situasi lainnya.
Bayangkan, di sebuah UGD ada seorang pasien yang gawat. Dalam situasi seperti itu sangat dibutuhkan jawaban spesifik yang jelas , langkah-langkah yang pasti dan cepat untuk menangani pasien tersebut. Pemikiran-pemikiran kreatif dan imaginatif, dalam kondisi demikian, akan dipandang sebagai perilaku tidak bertanggung-jawab dan kurang ajar. Dalam situasi kritis yang membutuhkan langkah segera yang pasti, model berpikir konvergen sangatlah tepat.
Sebaliknya, ketika kita diminta membuat visi, di mana setiap person diminta pemikiran prediktifnya sangatlah tidak mungkin menggunakan pola berpikir konvergen ini. Andai saat akan menyusun visi yang akan dicapai bersama, kemudian pimpinan mengatakan,
“Silakan Anda mengembangkan ide-ide kreatif dan pikiran imaginatif sehingga akan diperoleh gambaran visioner yang kaya. Tapi mohon diingat, jangan sekali-sekali membuat gambaran yang tidak cocok dengan keadaan kita saat ini. Itu akan membuang-buang waktu dan pikiran saja.”
Atau “Silakan membuat visi yang kreatif, tapi mohon tidak melampaui visi yang telah saya buat.”
Atau ketika ada sebuah program baru yang hendak dijalankan. Lalu pimpinan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk melaksanakan program tersebut. Dalam pelatihan itu, peserta hanya diberikan contoh-contoh pelaksanaan program tersebut. Pimpinan tidak pernah memberi kesempatan peserta untuk menyampaikan pemahamannya terhadap program tersebut.
Dalam situasi seperti itu, tidak akan mungkin lahir ide-ide kreatif. Semuanya hanya diarahkan kepada satu kemungkinan jawaban yang dianggap benar oleh pimpinan.
Seperti dikemukakan di atas, pola berpikir konvergen tidaklah mesti buruk, tapi menjadi kontraproduktif jika kita hanya cenderung menggunakan satu pola saja ( konvergen ) untuk segala situasi. Budaya yang berlaku di negara kita sangat kuat berkecenderungan pada satu pola ini. Sejak sekolah, oleh para guru kita hanya diperbolehkan kita menjawab satu jawaban yang dianggap benar saja, misalnya sesuai dengan pendapat guru atau texbook. Jawaban yang tidak cocok dengan pendapat guru atau texbook pasti dianggap salah. Dan kita dinilai goblog karena memberi jawaban yang tidak sesuai. Akibatnya lebih jauh, murid-murid tidak akan membaca buku atau mencari pengetahuan lain di luar yang disarankan guru, meski pun dari disiplin ilmu yang sama. Kalau membaca buku dari disipilin yang sama saja sudah enggan, apalagi membaca wacana dari disiplin ilmu yang lain, tentu mustahil.
1. Tulis obituari
Istilah ini tampak menakutkan, namun sebenarnya tidak. Kita perlu menulis catatan-catatan positif kesuksesan hidup kita sesuai tanggal-tanggalnya. Apa yang hilang merupakan hal yang masih perlu kita perjuangkan.
2. Tanya teman
Carilah orang yang sedang mengupayakan hal yang sama dengan yang kita perjuangkan. Tanyakan kepada orang tersebut apa yang belum ada atau hilang dari catatan keberhasilan kita. Apakah catatannya sama dengan catatan kita? Sharing perbedaan-perbedaannya.
3. Baca biografi
Coba membaca catatan hidup orang-orang yang kita anggap sukses. Sebagian adalah orang-orang terkenal. Ada baiknya kita mencermati pula catatan mengenai orang-orang yang tidak menonjol, namun memiliki kesuksesan gemilang dalam bidang yang sama dengan yang sedang kita perjuangkan.
4. Tulis gagasan baru di tembok
Siapkan dinding tertentu untuk menulis gagasan-gagasan baru yang muncul dalam pikiran kita. Tuliskan paling tidak satu hal setiap kali kita lewat di samping dinding tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menempel flip-chart pada dinding tembok.
5. Pejamkan mata
Duduklah di samping jalan atau kafe yang ramai sambil memejamkan mata. Dengarkan apa pun yang terjadi di sekeliling. Coba bayangkan wajah orang-orang yang Anda dengar. Kemudian, buka mata dan lihatlah perbedaannya.
6. Bawa hari esok ke hari ini
Gambarkan keadaan hidup kita pada lima tahun yang akan datang. Tuliskan semua itu sebagai kejadian sekarang. Cara ini membuat gambaran masa depan kita menjadi lebih nyata.
7. Putuskan mata rantai
Hampir semua yang kita lakukan merupakan bentuk tanggapan kita terhadap hal-hal yang telah terjadi. Bukan karena biasa kerja di kantor, maka kita selalu merasa senang kerja kantor.
8. Tepis setiap anggapan
Ayah saya benci mobil Daihatsu. Katanya mobil merk Daihatsu adalah hasil produksi tidak bermutu. Butuh waktu bertahun-tahun lamanya bagi saya untuk menepis anggapan ayah saya tersebut hingga akhirnya saya membuat keputusan untuk membeli satu mobil Daihatsu.
9. Mendalami hal-hal ekstrem
Coba masuk ke dalam situasi-situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya, bila kita suka ke bioskop, sesekali coba ke permainan billiard. Sambil duduk dan berjalan ke sana-ke mari, cermati apa sebenarnya yang menjadi daya tarik permainan itu dan mengapa permainan tersebut tidak cocok untuk kita.
Sumber: http://www.untukku.com/artikel-untukku/tips-memperluas-wawasan-berpikir-untukku.html
No comments:
Post a Comment